Minggu, 04 Juli 2010

KOMITMEN POLITIK ELIT DAN PENCERDASAN
POLITIK MASSA DI ERA PEMILU 2009
Oleh Salahudin, S.IP


Pemilu 2009 sudah diambang pintu, para elit sudah menyuarahkan agenda politiknya untuk periode politik tahun 2009-2013, berbagai strategi dan wacana sedang digenjarkan mulai di pusat kota hingga dipingir desa dengan menggunakan berbagai macam instrument politik, misalnya media massa baik elektronik maupun cetak, organisasi kemsayarakat baik kulturan maupun struktural, organisasi politik (partai politik) baik wajah baru maupun wajah lama. Dalam Negara Demokrasi, apapun yang dilakukan oleh para elit untuk pemilu 2009 adalah hal yang wajar- wajar saja selama tidak bertentangan dengan rule of the game (peraturan hukum). Namun akan muncul pertanyaan yang besar dan harus dijawab oleh semua kalangan, yaitu Apakah Pemilu 2009 akan membentuk para elit untuk sense of responsibility atas persoalan bangsa dan mengarahkan bangsa menuju bangsa yang makmur dan sejahtera baik secara politik, ekonomi, maupun budaya?

Demokrasi adalah sistem yang sudah diakui dihampir seluruh Negara di dunia ini setelah mereka mengalami kenyataan totalitarianisme. Dilihat dari sudut pandang normatif, demokrasi bagi Robert A. Dahl adalah sistem yang seharusnya secara mutlak bertanggung jawab kepada semua warga negaranya. Sedangkan jika dilihat dari sisi emperik, maka demokrasi bagi Joseph Schumpeter adalah sebuah sistem dimana para pengambil keputusan kolektifnya yang paling kuat dipilih melalui pemilu perodik. Didalamnya para calon bebas bersaing untuk merebut suara dan dimana hamper semua orang dewasa berhak memilih. Sehingga dari pengertian ini, Imam Hidayat menyimpulkan bahwa demokrasi mengandung dua dimensi penting, yaitu kompetisi dan partisipasi. (Imam Hidayat;2002).Kompetisi yang dimaksud adalah strategi para warga Negara yang mencalonkan diri sebagai kandidat dalam pemilu untuk memperebutkan kekuasaan politik. Kegiatan tersebut dinamakan sebagai partisipasi politik warga dalam proses politik.Warga Negara yang mencalonkan diri sebagai kandidat, biasanya berasal dari kalangan elit, misalnya elit partai politik, elit media, elit agama (tokoh agama), elit pengusaha, dan elit penguasa (birokrasi). Sedangkan masyarakat umum yang lainya menjadi basis massa bagi elit. Berdasarkan base prespektiif tersebut, dapat disimpulkan bahwa demokrasi adalah sistem, pemilu adalah bagian dari nilai demokrasi yaitu untuk mewujudkan persamaan dan keadilan politik. Sedangkan elit adalah agent yang mengoperasionalisasikan sistem tersebut, guna mengarahkan pemilu menuju bangsa yang makmur, sejahterah, dan berkeadilan.

Pemilu merupakan sarana dan wahana dalam menyampaikan pesan- pesan politik baik oleh partai maupun kandidat yang mencalonkan diri. Dalam tinjauan klasik, proses komunikasi politik merupakan kegiatan komunikasi linier yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan secara integral. Konsep komunikasi politik yang paling sering menjadi referensi dalam dekade sekarang ini adalah formulasi Laswell, yaitu suatu formula yang dikemukakan oleh seorang sarjana politik Amerika, Harold D. Lasswel yang rumusannya berbunyi: Who Says What Channel To Whom and Whait What Effect. Formula tersebut diinterpretasikan oleh Joko Susilo (2006;36) sebagai berikut: Who merujuk kepada komunikator, Says What adalah pesan yang disampaikan, Channel merupakan saluran yang digunakan, To Whom merupakan komunikan atau khalayak/ target audience yang dituju, dan Effect adalah hasil atau akibat yang diharapkan dari proses kegiatan komunikasi yang dilakukan. Dalam proses komunkasi politik inilah terjadi interaksi antara elit dan massa. Elit berusaha untuk meyakinkan masa, bahwa mereka (elit-red) memiliki visi- misi yang berpihak kepada kepentingan massa.

Saat ini belum bisa kita lihat secara konkrit komitmen politik para elit, namun secara marketing politik yang dilakukannya, setidaknya kita sudah bisa meraba dan merasakan bagaimana komitmen para elit yang mencalonkan diri sebagai kandidat politik untuk periode 2009-2013. Banyak para elit kita saat ini yang menunjukan komitmenya melalu media massa dengan menampilkan profil dan menggunakan pendekana grassroot, yaitu mewujudkan masyarakat miskin sebagai tujuan politik. Tujuan politik tersebut, seolah- olah menyampaikan kepada publik, bahwa pemilu 2009 adalah momentum untuk menghapus masyarakat miskin dan mewujudkan masyarakat yang sejahterah. Sekali lagi, ini adalah gambaran politik para elit yang belum bisa dipastikan secara riil. Yang pasti untuk saat ini semua kalangan khususnya masyarakat harus bisa menyikapi proses politik yang sedang berjalan dengan arif dan bijaksana. Masyarakat harus berpolitik secara objekiif dengan mengdepankan prinsip rational choices, masyarakat harus bisa memilah dan memilih pesan politik yang disampaikan oleh para elit.

Proses politik yang digambarkan tersebut mengharuskan adanya politic edication yaitu pencerdasan politik masyarakat. Dalam konteks ini peran intelektual sangat diperlukan baik intelektual birokrasi, akademisi, media massa, maupun lembaga- lembaga yang intens dalam mengkaji dan meneliti yang berkaitan dengan politik kemasyarakatan. Hal utama yang dilakukan diantaranya: melakukan sosialisasi politik, komunikasi politik, dan pendidikan politik dengan melalui kegiatan- kegiatan yang bersifat pelatihan dan advokasi. Rupanya proses politik pemilu 2009 membutuhkan kontribusi dari semua kalangan yang bertanggung jawab untuk melahirkan pemimpin dalam mengarahkan bangsa menuju bangsa yang makmur dan sejahterah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar