Minggu, 04 Juli 2010

MAHASISWA ANTARA “HEDONISME” DAN “NASIONALISME”

Salahudin, S.IP

Ketika Prof. Dr. Nugroho Notosusanto menyampaikan kata sambutan kepada para mahasiswa baru bahwa “kalian benar- benar disiapkan untuk menjadi kader rakyat, bangsa dan negara. Maka bersipalah sebagai kader yang dapat diandalakan; tanggung dalam sikap, teguh dalam pendirian, kukuh adalam keyakinan ideologi. Berangkat dari hal ini sudah jelas kata “mahasiswa” merupakan makna yang sangat luas yang tidask dapat diartikan sebagai wacana dan retorika tetapi yang lebih penting adalah masalah pergerakan dan perjuangan yang dijadikan sebagai simbol mentalitas mahasiswa bukan dijadikan sebagai simbol formalitas mahasiswa. Dalam simbol formalitas Mahasiswa dijadikan sebagai pengakuan “saya adalah Mahasiswa”. Tapi dalam simbol mentalitas bahwa Mahasiswa adalah “Motor Perubahan” dan “Motor Pergerakan”. Bisakah kita membedakan Mahasiswa formalitas dengan Mahasiswa Mentalitas?.

Karaktewristik Mahasiswa ada dua yaitu Mahasiswa kupu- kupu dan mahasiswa sejati. Mahasiswa kupu- kupu adalah Mahasiswa yang tidak tau akan arti Mahasiswa yang sebenarnya. Sedangkan Mahasiswa sejati adalah Mahasiswa-mahasiswa yang tau akan amanahnya seagai pelopor perubahan dan pelopor pergerakan. Dengan kedua karakteristik ini kita dapat menganalogikan dimana posisi Mahasiswa yang formalitasn dan dimana posisi Mahasiswa yang mentalittas.

Bertolak dari hal di atas, kita dapat melihat dalam konsep realitas masalah aktifitas Mahasiswa dalam “Mencari” dan memperjuangkan “konsep”. Mahasiswa yang beraktiitas dalam lingkungan Universitas yang berlabelkan islam dalam perjuangannya mempunyai makna yang subjektifitas disamping mencari ilmu dia juga mempunyai amanah untuk menyebarkan fikrah islam. Tetapi dalam hal ini kebanyakan Mahasiswa belum sadar akan amanahnya.

Sebagai Refleksi, Universitas Muhammadiyah Malang adalah Universitas yang mempunyai landasan Ideologis al- islam. Didalam lingkungan Universitas Muhammadiyah Malang terdapat ribuan Mahasiswa yang beraktifitas untuk memperjuangkan ideologis tersebut, tetapi dalam kenyataannya masih jauh apa yang diharapkan. Mahasiswa telah didotrinasi dan didominasi oleh nilai- nilai hedonisme yang mengedepankan kesenangan dan cenderung melahirkan penodaan terhadap nilai- nilai islam. Bicara masalah mahasiswa hari ini jangankan amanah untuk umat amanah untuk dirinya sendiri belum mamampu diwujudkan oleh mahasiswa saat ini. Saya yakin setiap mahasiswa pasti akan mendapatkan amanah dari orang tua paling tidak amanah tersebut menyuruh anaknya untuk mencari ilmu dengan baik dan akidah yang baik. Tetapi apa yang terjadi banyak mahasiswa yang ditangkap oleh polisi karena narkoba. Apakah ini posisi mahasiswa sebagai pelopor perubahan tentu bukan.

Gerakan nasionalisme Boedi Oetomo ternyata telah dinodai oleh gerakan hedonisme yang dikembangkan oleh mahasiswa saat ini. Yang perlu disadari gerakan Boedi Oetomo adalah gerakan yang melalui kendaraan politik mahasiswa yang dibentuk oleh oleh para mahasiswa School to Opleiding Van Inlandsche Artesen (STOVIA) meskipun mereka tidak pernah menggunakan predikat “mahasiswa” bahkan memakai predikat “pemuda”pun tidak. Dengan demikian Boedi Oetomo tidak merupakanh perhimpunan mahasiswa melainkan merupakan perhimpunan “umum” dalam pergerakan nasional. Tetapi sebaliknya kedudukan kepeloporan mahasiswa dalam kepembentukan Boedi Oetomo tidak dapat disangkal. Juga keanggotaan awal Boedi Oetomo jelas terdiri atas mahasiswa STOVIA serta sejumlah pelajar perguruan menengah. Baru kemudian keanggotaannya meliputi orang- orang yang sudah mapan. Peristiwa besar kedua dalam masa kebangkitan nasional yang terutama diperankan oleh mahasiswa dan pelajar indonesia peristiwa “sumpah pemuda”. Peristiwa itu merupakan kulminasi atau puncak dari pada proses pemanatapan nasionalitas Indonesia dan merupakan ungkapan dari pada kematangan nasionalisme Indonesia. Sudahlah wajar hal itu dipelopori oleh mereka yang telah mengenyam pendidikan dan pengajaran modern, karena mereka itullah yang nalarnya paling terbuka diantara berbagai lapisan masyarakat Indonesia pada masa itu. Bisakah mahasiswa saat ini membangun kesadaran akan pentingnya gerakan persatuan dan kesatuan untuk membangun bangsa..?. Bisakah mahasiswa saat ini membangun kesadaran untuk membangun jiwa kecerdasan untuk melawan Neo- Imperialisme yang mencabit- cabit negeri ini.

Masa depan bangsa ada ditangan para generasi muda yang mempunyai konsep secara kelembagaan atau yang telah dididik secara kafah dalam dunia pendidikan. Generasi mudah yang mempunyai peranan penting dalam hal pembaharuan adalah mahasiswa yang telah digodok dan dididik secara keintelektualnya dan secara religiulitasnya. Tapi apa mau dikata dengan sikap mahasiswa saat ini yang cenderung apatis dengan hal pengembangan intelektual dan pengukuhan nilai religi. Sikap apatisme yang dimiliki oleh mahasiswa saat ini hanyalah melahirkan pemberontakan dan kekacauan bangsa.

Mahasiswa yang lahir tanpa jiwa dan karakter akan melahirkan bangsa tanpa arah dan tujuan. Bangsa ini mau dibawah kearah mana kalau orang yang menggerakan tidak mempunyai visi dan misi. Lahirnya bangsa yang bermental jongos karena disebabkan oleh lahirnya genersai yang tidak mempunyai rasa tanggung jawab akan mengarahakan bangsa kearah yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar