Minggu, 04 Juli 2010

MENUJU PRIVATISASI PENDIDIKAN

Oleh Salahudin, S.IP

Kontroversi Undang- Undang Badan Hukum Pendidikan antar berbagai element adalah sesuatu hal yang wajar terjadi dalam proses pengambilan kebijakan publik dalam negara demokrasi. Kontroversi adalah bagian dari warna demokrasi. Munculnya kontroversi yang berkaitan dengan produk hukum, tentu dilatarbelakangi oleh adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap produk hukum tersebut. Hal ini jua yang melahirkan kontroversi atas keberadaan Undang- Undang BHP. Undang- Undang tersebut dianggap meliberalisasikan pendidikan, memprivitsasikan pendidikan, mitos otonomi, menciptakan ruang diskresi lembaga pendidikan untuk membentuk kebijakan tanpa ada intervensi/kontrol dari pemerintahan (negara), yang akhirnya merugikan masyaraat kalangan bawah.

Undang- Undang BHP dikatakan privatisasi pendidikan, karena Undang- Undang tersebut menempatkan pendidikan bukan sebagai unit pelaksanaan teknis dari departemen pendidikan Nasional, tapi sebagai suatu unit yang otonom. Rantai birokrasi pemerintahan diputus habis, badan hukum pendidikan masing- masing memikirkan atau mengambil langkah kebijakan yang sesuai dengan keinginan dan kondisi lembaga. Misalnya dalam penetapan Kebijakan yang terkait dengan Uang Pembangunan, yang selama ini besaranya tergantung dari kebijakan negara, namun dengan kebijakan tersebut lembaga pendidikan tidak lagi menunggu instruksi Negara. Hal inilah yang menciptakan image dikalangan publik, bahwa undang- undang tersebut adalah bagian dari langkah negara untuk meliberalisaskan pendidikan, karena tidak menutup kemungkinan dengan otonomisasi, lembaga pendidikan akan dengan bebasnya membentuk dan mengarahkan lembaga menuju lembaga profit oriented bukan performance education, negara tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol proses penyelenggaraan diberbagaia lembaga pendidikan.

Negara harus sadar dan mau belajar dari kebijakan otonomi daerah, pasca reformasi hingga hari ini belum membuahkan hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan awal otonomi daerah. Berdasarkan berbagai data, otonomi daerah hanya menciptkan kesenjangan daerah, tingginya angka pengangguran, tingginya angka kemiskinan, KKN di aras lokal semakin meningkat. Tidak menutup kemungkinan, Undang- Undang BHP akan menciptakan yang demikian, misanya persainga lembaga pendidikan yang tidak sehat, diskriminasi pendidikan, memberikan ruang birokrasi lembaga pendidikan untuk memelihara budaya KKN.

Pemerintahan Indonesia terlalu euforia dalam membentuk kebijakan. Pasalnya, berbagai produk kebijakan yang dikeluarkan tidak pernah mempertimbangkan kondisi dan kultur Warga Negara. Otonomisasi pendidikan akan menjadi hal yang wajar- wajar saja dalam negara maju, namun akan menjadi dilema dalam negara berkembang, seperti Indonesia, Karena masih banyak keterbatasan yang dimliki, misalnya dalam hal sumber daya manusia, fasilitas teknologi yang belum memadai, KKN yang membudaya dalam sektor birokrasi. Hal utama yang perlu dilakukan adalah bagaimana pemerintahan (negara) mangambil posisi yang kuat terutama dalam hal pengaturan pendidikan. Pengaturan pendidikan tentu mengedepankan nilai- nilai kemanusiaan, kebudayaan, dan nilai- nilai ketuhanan. Sehingga melahirkan manusia yang cerdas secara intelektual, secara sosial, dan secara keagamaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar