Minggu, 04 Juli 2010

PERSELINGKUHAN PENGUASA DENGAN PENGUSAHA


….tanpa keberanian luar biasa akan sulit bagi indonesia untuk mengucapkan sayonara perbuatan hitam yang bernama koruspi itu”. (Ahmad Syafii Maarif, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah)


Ungkapan Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah diatas adalah bentuk dari sambutan positif terbitnya buku membongkar Gurita Cikeas di Balik Skandal Bank Century karangan George Junus Aditjondro. Buku yang diterbitkan oleh penerbit Galangpress ini berujung pada kontroversi yang memanas antara pengarang dengan pihak- pihak yang merasa “dilecehkan” oleh buku tersebut. Aditjondro berusaha menguraikan dengan rinci dan detail bagaimana perselingkuhan penguasa dengan berbagai pengusaha dan lembaga- lembaga sosial, yang menurut Aditjondro diprakarsai oleh keluarga cikeas (keluarga cikeas diartikan sebagai keluarga SBY dan orang – orang dekatnya). Banyak kalangan menganggap, kehadiran buku tersebut adalah fitnah intelektual dan dianggap tidak ilmiah (irasional). Yang jelas kondisi bangsa saat ini, tidak jauh dari apa yang diuraikan dalam buku membongkar Gurita Cikeas tersebut. Politik kolusifitas penguasa dengan para elit kepentingan masih mewarnai bangsa Indonesia saat ini.

Persoalan Bank Century, menjadi awal dari pembahasan Buku membongkar Gurita Cikeas dibalik skandal Bank Century. Dalam buku tersebut, diungkapkan bahwa kolepsnya Bank Century disebabkan oleh adanya kepentingan politik SBY untuk pemilu 2009. Diuraikan, bahwa dua deposan terbesar Bank Century dianggap sebagai penyumbang logistik SBY dalam Pemilu lalu. Mereka adalah Siti Hartati Murdaya, pemimpin kelompok CCM (Central Cipta Mudaya) dan Buedi Sampoerna. Dengan adanya hubungan tersebut, Aditjondro memastikan, kebijakan SBY dalam menyalurkan modal sementara yang berjumlah Rp. 6.7 triliun untuk menyelamatkan bank sencury hanya semata motif balas budi bukan karena ingin menstabilkan ekonomi negara.

Dalam buku membongkar Gurita Cikeas, George Junus Aditjondro memetakan intervensi yayasan terhadap politik SBY dalam meraih kemenangan pemilu 2009. Yayasan yang dimaksud oleh Aditjondro diantaranya Yayasan Majelis Dzikir SBY Nurussalam, Yayasan Kepedulian Sosial Puri Cikeas, Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian. Ketiga yayasan tersebut dianggap sebagai kekuatan politik SBY yang berada dibelakang Partai Demokrat. Pengurus yayasan – yayasan tersebut diisi oleh orang- orang dekat SBY dan para pejabat strategis Negara. Sehingga, menurut Aditjondro, keberadaan yayasan tersebut hanyalah sebuah langkah dalam melakukan manipulasi politik untuk kepentingan pribadi, sebagai institusi dalam menggalang jariangan sosial untuk kekuatan politik SBY, sebagai lembaga pengumpul modal untuk memperlancar politik SBY, dan sebagai lembaga pengalihan anggapan publik dalam realisisasi anggaran Negara.


Selain pemetaan hubungan keluarga Cikeas dengan beberapa yayasan, Aditjondro juga menguraikan hubungan keluarga SBY dengan berbagai konglomerat Indonesia yang dinilai memiliki peran ganda, yakni sebagai jabatan publik dan sebagai pengusaha. Sehingga, antara kepentingan publik dan kepentingan privat cenderung dimanipulasi agar saling menutupi. Barang publik (anggaran negara) dijadikan sebagai penopang kepentingan privat. Dan selanjutnya, hasil dari modal privat dijadikan sebagai kekuatan politik dalam mencapai jabatan publik, nantinya akan mendukung lagi keberlangsungan kepentingan privat. Dalam konteks ini, George Junus Aditjondro memberi contoh keberadaan Hatta Rajasa sebagai menteri Perhubungan yang memberi tender (proyek) raksasa pada Hartatnto Edhie Wibowo Komisaris PT. Power Telekom (Powertel), yang punya ikatan bisnis dengan adik M. Hatta Rajasa, Achmad Hafisz Tohir.

Dalam buku kontroversial tersebut, George Junus Aditjondro mengungkapkan bagaimana perselingkuhan Keluarga cikeas dengan makelar kasus (markus). Dalam konteks ini diberi contoh, hubungan Ani Yudoyono (istri SBY) dengan Artalita Suryani (ayin) pemakelar kasus BLBI (sekarang disorot sebagai tahanan yang menempati hotel). Menurut George Junus Aditjondro, meskipun Artalita ditahan, namun dia telah meloloskan sahabatnya, Syamsul Mursalim dari jeratan hukum, yang dianggap oleh Aditjondro sebagai hasil dari hubungan dekat ibu Ani dengan ibu ayin.

Dengan sejumlah temuan- temuan tersebut, mengundang kalangan Pro SBY tidak tinggal diam untuk melakukan klarifikasi apa yang dituliskan Aditjondro. Bentuk perlawanan dengan mengadakan debat, yang berakhir dengan pertengkaran antara Aditjondro dengan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat. Tidak hanya itu, pihak pro SBY juga mengeluarkan buku sebagai tandingan dalam menangkal isi buku Aditjondro. Rupanya para elit penguasa kita, masih seperti bocah yang tidak suka dikritik, dan hanya membutuhkan sanjungan manis dari pihak elit politik penjilat dalam mencari jalan menuju kekuasaan atau jabatan. Menurut hemat saya, kondisi politik yang demikian adalah sebuah tanda matinya demokrasi dan lahirnya mobokrasi hingga nanti munculnya penguasa oligarki (yang dipimpin oleh sedikit orang) dan berakhir pada lahirnya penguasa tirani (yang dimpipin oleh satu orang).

Saya sebagai peresensi tidak bisa membenarkan mana yang ilmiah antara Aditjondro dengan pihak keluarga Cikeas, yang pasti kondisi bangsa Indonesia makin memburuk, baik dalam sektor politik, ekonomi, maupun dalam sektor sosial. Saya sepakat apa yang dikatakan oleh Syafii Ma’arif di awal tulisan ini, bahwa Indonesia membutuhkan pemberani seperti Aditjondro dalam mengungkapkan persilingkuhan penguasa dengan berbagai pemiliki kepentingan pragmatis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar